Bagi orang yang memahami hakikat kehidupan, berbuat baik itu bukan sekadar kepada manusia semata. Namun, seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini harus diperlakukan dengan baik sebisa mungkin. Tak terkecuali kepada hewan, tumbuhan, dan lingkungan sekitar, sehingga setiap kebaikan adalah sedekah yang kelak menjadi tabungan kita di akhirat.
Diriwayatkan dalam sebuah hadis masyhur, yang mengisahkan seorang laki-laki melihat anjing yang menjulurkan lidahnya menjilat-jilat ke tanah yang basah, karena kehausan laki-laki itu lantas memenuhi sepatu kulitnya dengan air dan memberikannya pada anjing tersebut. Kemudian Allah berterima kasih atas perbuatannya dan memberi ampun padanya. Para sahabat yang mendengar kisahnya kemudian bertanya, Wahai Rasulullah apakah ada pahala (berbuat baik) pada binatang? Pada setiap yang memiliki hati yang basah maka ada pahala (HR. Bukhari dan Muslim).
Senada dengan hadis di atas, Abdullah bin Ja’far suatu ketika pernah dalam bepergiannya melintasi kebun kurma milik seseorang. Ia berhenti sejenak untuk beristirahat. Didapatinya di situ ada seorang (budak) berkulit hitam menjaga kebun kurma tersebut. Hamba itu mengeluarkan bekal, terlihat ada tiga potong roti yang akan disantap sebagai pengganjal perutnya. Tiba-tiba seekor anjing dating menghampirinya dan mengelilingi hamba itu sambal menyalak menjulur-julurkan lidahnya. Tampak jelas, anjing itu tengah kelaparan dan menginginkan roti tersebut.
Hamba yang peka ini, memberikan sepotong roti kemudian anjing tersebut memakannya. Kemudian, dikeluarkan kembali sepotong roti lagi dan dimakannya pula. Ternyata anjing itu masih belum beranjak pergi, hingga ia memberikan bekal roti terakhirnya kepada anjing tersebut. Alhasil, bekal yang dibawanya telah habis dimakan anjing, sementara ia belum makan apapun.
Abdullah bin Ja’far terheran-heran lantaran sikap hamba yang begitu mengasihani anjing. Ia pun mendekati dan bertanya pada hamba tersebut. “Wahai anakku, berapa banyakkah makananmu sehari di tempat ini?”
“Tiga potong saja, sudah saya berikan semuanya pada anjing tadi,” jawab si hamba.
“Mengapa engkau berikan semuanya pada anjing itu? Dan engkau sendiri akan memakan apa?” tanya Abdullah.
“Wahai tuan, tempat ini bukanlah kawasan anjing. Jadi aku yakin ia datang dari tempat yang jauh, sedang bermusafir dan tentu ia sangat lapar. Sedang aku sendiri, biarlah tidak makan hari ini,” jawab hamba.
Apa yang dikatakan hamba tersebut sungguh mencengangkan. Kendati hanya seorang budak, tapi ia memiliki sifat mulia dalam mengasihi makhluk ciptaan Tuhan. Demikian mengapa yang membedakan manusia di hadapan Allah SWT bukan dari pangkat, harta, dan sebagainya, melainkan tingkat ketakwaannya. Keikhlasan berbuat baik kepada yang membutuhkan pertolongan dan melakukannya tanp pamrih.