Cerita Pedagang Pasar yang Dicandai Nabi

KhazanahHumorCerita Pedagang Pasar yang Dicandai Nabi

Bukan satu dua kali Nabi terekam mencandai para sahabat. Guyonan-guyonan beliau terhadap sahabat-sahabatnya menunjukkan adanya kedekatan, cinta, dan interaksi yang nyaman di antara mereka. Sebab, kita sering kali hanya bisa melontarkan candaan pada mereka yang dekat, bukan orang yang dirasa asing. Tidak ada guyonan yang menyakiti. Canda Nabi tak pernah keluar batas, malah bermuatan petuah.

Adalah Zahir bin Haram, seorang sahabat yang tinggal di pedalaman Badui. Profesinya adalah pedagang. Secara fisik ia tak cukup menarik. Wajahnya tidak tampan dan daya pikirnya agak lemah. Namun demikian, Nabi mencintainya. Begitu juga dengan Zahir. Tiap kali ke Madinah untuk berdagang, ia selalu meluangkan waktu berkunjung ke rumah Nabi tanpa pernah lupa membawa buah tangan untuk beliau, yang dengan senang diterima oleh Nabi.

Kunjungan-kunjungan Zahir kian membuatnya akrab dengan Nabi dan mengokohkan kasih sayang keduanya. Di hadapan para sahabat, Nabi pernah mengatakan, “Zahir ini adalah orang dusun kita, dan kita adalah orang dusun dia”. Dalam ungkapan lain, Nabi nampak ingin menyatakan bahwa satu sama lain di antara mereka bukanlah orang asing.

Syahdan, suatu hari Rasulullah SAW melihat Zahir di pasar sedang menjual barang dagangannya. Sontak Nabi terpikirkan ide untuk menyapa sahabatnya itu dengan cara tak biasa. Beliau menghampiri Zahir dari arah belakang dan langsung memeluknya. Zahir pun berteriak dan panik karena tidak tahu siapa yang mendekapnya secara tiba-tiba. “Lepaskan. Siapa ini?” teriak Zahir.

Mengetahui ada yang menyebutkan bahwa itu adalah Rasulullah, Zahir justru merapatkan punggungnya ke dekapan Nabi. Ia ingin menanggapi gurauan beliau sekalian mensyukuri kesempatan mulia itu. Tak kehabisan akal, Nabi masih terus memeluk Zahir sembari menawarkannya kepada orang-orang yang lalu lalang di pasar untuk membeli Zahir. “Siapa yang hendak membeli budakku ini?” ujar Nabi.

Baca Juga  Sunni-Syi'ah Sama-sama Muslim

Setelah mendengar ucapan Nabi, Zahir mengatakan, bahwa tidak akan ada yang mau membeli dirinya. Ia tak laku untuk dijual. Dengan lirih Zahir berkata demikian karena merasa ia hanya orang dusun yang tak berharga. Tanpa melepas pelukannya, Rasulullah dengan serius menimpali, “Tidak, Zahir. Di sisi Allah hargamu sangat tinggi”. Rasa rendah diri Zahir pun luruh karena ucapan Nabinya yang tulus, penuh penghargaan.

Dalam kisah ini, Nabi Muhammad tak segan mengakrabi seseorang yang dianggap buruk rupa sekalipun, di hadapan umum. Beliau tengah menegaskan firman Allah tentang kesetaraan semua manusia (QS. Al-Hujurat: 13). Warna kulit, paras, suku, bangsa, tingkat pengetahuan, dan perbedaan-perbedaan fisik lainnya bukan merupakan tolok ukur kemuliaan seseorang di sisi Allah. Standar kemuliaan yang Allah tetapkan adalah takwa. Siapa yang paling bertakwa, ia yang paling mulia menurut-Nya.

Demikian mengagumkan bahasa pergaulan Nabi. Dan betapa beruntungnya Zahir, Rasulullah mencintainya, ia dapat berinteraksi hangat dengan sang utusan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.